Islamic Widget

Sabtu, 13 Desember 2008

Petualangan Ke Perut Bumi

Judul Film : Journey to the Center of the Earth
Sutradara : Eric Brevig
Pemain : Brendan Fraser, Josh Hutcherson, Anita Briem, Garth Gilker, Giancarlo Caltabiano
Genre : Aksi, Petualangan
Produksi : New Line Cinema, Walden Media
foto-foto : New Line Cinema, Walden Media


11/12/2008
Tumben-tumbenan dapat gratisan nonton bareng selepas liputan. Hari ini selepas liputan peluncuran Notebook terbaru Dell yang tahan debu, air hingga api di Blitz Megaplex Grand Indonesia, kita (media) diberi kesempatan nonton (entah perdana atau ga) nonton film itu.

Pertama sih agak ogak, secara acara baru kelar jam 12.30. Film itu baru diputar selepas makan siang jam 1 teng. Waduuuhh..mana aku ada janji liputan di Grand Odiseus Fitness & Spa Hotel Nikko jam2 pas!!Jadi bingung mau liputan dulu atau nonton dulu? secara kalo nonton pasti kelas jam14.30 lebih. Tapi aku nekat aja dan pilih kursi nomor 18. Paling pinggir tapi tidak terlalu di depan. Supaya bisa ngacir duluan kalo filmnya jelek. He..he..Padahal di belakang gw ada Adhi, PR Dell dari Lucidcomm yang aku kenal. Ga enak donk kalo kabur duluan...
Saat film baru dimulai, aku langsung sms si Akung, fotograferku untuk datang duluan ke Nikko. Dia minta pemotretan jam13.30. Soalnya dia ada jadwal pemotretan di Pelangi (Plaza Semanggi). Y udah, aku kasih kontak orang yang incharge di sana. Bilang aja, aku masih ada acara di Blitz, ntar aku menyusul.He..he.. (padahal pingin nonton)...
Nih aku comotin sinopsis film tersebut (by Kapanlagi.com)
Para petualang sedang memasuki perut bumi. “Journey to the Center of the Earth” merupakan sebuah film yang diangkat dari novel klasik fiksi karya Jules Verne, dengan judul yang sama. Film ini menceritakan perjalanan menuju pusat perut bumi, yang sebelumnya pada 1959 dibintangi oleh James Mason dan Pat Boone.

Sutradara Eric Brevig yang mengadopsi cerita dari novel terbitan 1864 adalah pemenang Academy Award untuk efek visual Total Recall dan Pearl Harbour yang memesona penonton dengan efek spesialnya. Sekarang dengan tiga dimensi (3D) yang spektakuler, film versi 2008 ini adalah sebuah tontonan petualangan yang menakjubkan.
Film ini dibintangi aktor papan atas AS, Brendan Fraser, yang terkenal dengan aktingnya sebagai Rick O’Connell dalam seri film The Mummy. Fraser memang layak menyandang predikat raja pembantai monster di layar lebar. Dari The Mummy sampai The Mummy Returns yang sukses hingga film terbarunya, Journey to the Center of the Earth. Aktor berusia 39 tahun itu mengatakan bahwa film tersebut menggunakan teknologi 3D versi baru, untuk memukau para penontonnya.

Profesor Trevor Anderson (Brendan Fraser) adalah sosok ilmuwan yang lain dari biasanya. Ia bagian dari sekelompok orang yang mempercayai buku Verne bukanlah sebuah fiksi spekulatif, tetapi fakta ilmu pengetahuan. Profesor Trevor menjadi bahan tertawaan komunitas ilmuwan, saat berencana mengadakan perjalanan menuju pusat perut bumi.

Ia mempercayai sebuah hasil kopian novel Verne dari saudaranya, yang telah menghilang dengan rumusan atau persamaan-persamaan matematika dan simbol-simbol tersembunyi di setiap halamannya. Di situ diungkapkan sebuah jalan bertebing gunung berapi di pegunungan Eslandia, yang akan membuka perjalanan menuju pusat bumi. Untuk itu, ia berniat mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada saudaranya yang hilang, saat mengadakan penelitian yang sama.

Profesor Trevor melakukan perjalanannya ke Eslandia bersama keponakannya, Sean (Josh Hutcherson), dalam 10 hari ekspedisi pengetahuan. Sebenarnya, Sean meragukan teori mustahil pamannya, tetapi pada akhirnya ia turut dalam perjalanan yang tidak masuk akal tersebut. Untuk melancarkan perjalanan mustahil ini, Trevor membayar Hannah (Anita Briem) untuk menjadi pemandu jalan yang ditemuinya di kawasan pegunungan lokal.

Mereka bertiga akhirnya berhasil menemukan jalan yang telah ditinggalkan saudaranya, yaitu sebuah jalan kecil menuju pusat perut bumi, sesuai dengan buku. Kemudian, mereka mengambil keputusan untuk menyelidiki gua tersebut. Trevor bersama Sean dan pemandu jalan itu, menemukan sebuah kota aneh di dalam perut bumi. Namun, perjalanan ini akhirnya menjadi petualangan paling menegangkan yang mereka alami.

Berbagai fosil binatang purba menambah pemandangan di dalam perut bumi mencekam. Teknologi “RealD” Efek tiga dimensi pada film ini sangat luar biasa. Ketika adegan pertama dimulai saat Professor Trevor menggosok gigi, mendesir, dan meludah seakan mengarah kepada penonton. Ada pula adegan yang melewati banyak ledakan, air liur T Rex raksasa, menaiki roller coaster sepanjang jalur pertambangan tua yang berbahaya (ala film Indiana Jones), bisbol ikan terbang, dan burung-burung yang terbang seperti lampu neon berterbangan.

Film ini sangat cocok untuk segala lapisan umur dan keluarga. Banyak efek-efek yang keluar dari layar dengan begitu realistisnya. Kaca-kaca 3D spesialnya mungkin terlihat aneh, namun hal itu tidak menjadi masalah dengan efek spesial yang ada. Film ini penuh dengan aksi petualangan dan merupakan momen yang menakutkan. Banyak adegan aksi seru dan menakjubkan serta makhluk-makhluk aneh di perut bumi.

Film ini menjadi catatan menarik bahwa Hollywood dapat membuat tontonan film aksi yang begitu hidup, bagi seluruh lapisan umur untuk bisa dinikmati. Hal itu telah membawakan dimensi baru kepada seni 3D dalam layar lebar. Film 3D ini seluruhnya digital, sehingga memberikan fokus yang lebih tajam, warna lebih terang dan pengalaman seperti terjadi sebenarnya. Seluruh fitur ini merupakan daya jual utama teknologi 3D.

“Ini tidak seperti yang pernah kau lihat sebelumnya. 3D hanya digunakan sebagai alat. Tetapi, film ini menggunakan efek visual yang terbaik yang kami punya. Sistem ini namanya RealD, semuanya digital. Film 3D baru seluruhnya digital,” kata Fraser.

Teknologi RealD ini pernah digunakan dalam film animasi, seperti Chicken Little dan Meet the Robinson. Journey to the Center of the Earth adalah film action pertama yang menggunakan teknologi ini. Film ini juga menandai debut penyutradaraan film feature Eric Brevig yang dikenal karena pengalamannya selama 20 tahun sebagai supervisor efek visual.

Pada film tersebut, Fraser mencoba menjadi seorang eksekutif produser untuk pertama kalinya. Ia mengaku merasa agak ketakutan dan tidak tahu apa yang akan dilakukannya. Namun, Fraser merasa setelah 15 tahun berlalu, telah beranjak tua dan merasa mampu melakukannya.


“Aku telah mempelajari semuanya yang ada di sini. Aku cinta film ini. Aku suka melihat orang yang mau menonton film ini. Tentunya para penonton pasti mau membayar dengan harga lebih tinggi, bila kami memberi mereka pengalaman yang sangat bermutu,” tambahnya.
Jujur saja, aku belum pernah melihat sinopsis ini sebelumnya. Namun, pribadi saat menonton film tersebut, terasa ketegangan di sepanjang perjalanan film. Baru setengah bisa bernafas lega, sudah deg-degan lagi. Untung aja di sampingku tidak ada orang lain. Jadi aku bebas mau ngapain aja (aku kemarin sampai menendang kursi di depan dan tidak terasa kakiku naik karena saking serunya).
Selama 1,5 jam, aku tidak bisa berhenti mengagumi efek 3D itu. Seandainya nyata, begitu besar ciptaan-Nya. Sepanjang film juga dijelaskan istilah ilmiah dalam dunia vulkanologi. Di situ ada jamur raksasa, Muskovit (batu tipis) mirip lantai (bisa ditemui seperti kaca di lantai FX Senayan), trilobita (serangga purba), mata angin yang terbalik (U jadi S, S jadi U), ikan terbang bergerigi, burung bercahaya yang selalu menemani Sean menemukan jalan keluar, fosil binatang purba hingga diamond (permata).

"Seandainya aku baca buku itu (Journey to the center of the earth) sebelum berpetualang, tentu aku tidak tersesat seperti ini," ucap Sean menyesali diri saat tersesat terpisah dari Trevor dan Hannah.
Tapi, sekarang kalian sudah baca resensi ini dan tentu saja ingin menontonnya bukan? Tentu saja bagi penyuka film adventure tak akan melewatkan film ini. Selamat menonton dan berpetualang!!

Tidak ada komentar: