Salah satunya adalah status. Status ini luas sekali, baik status kerjaan, status pernikahan hingga status harta.
Selepas hampir sepekan berada di kampung, semua keluarga dan sobat menanyakan ketiga status tersebut. Memang tidak ada salah dalam menanyakan status tersebut, namun status itu ternyata cukup mengganggu, apalagi status kita memang belum mapan dibandingkan dengan lainnya.
Ahhh..orang kampung saat menjadi orang perantauan memang akan dilihat dari statusnya, apakah ada perubahan atau tidak. Minimal dari segi fisik pribadi adalah gemuk atau malah menjadi kurus.
Gemuk di sini menandakan status kemakmuran di perantauan, begitu juga sebaliknya. Begitu juga yang ada di rumah, apakah itu perabotan hingga seisinya.
Hmmmm..semua masih memandang secara materi. Memang pandangan orang kampung itu tidak ada yang salah tentang hal ini karena mereka hanya memahami seperti itu.
Masalahnya adalah hal ini juga sekaligus menjadi tradisi dan menjadi satu rangkaian dengan mudik. Dan perspektif ini akan tetap ada, selama ada mudik.
Meski aku belum sukses hingga saat ini, aku akan tetap bersyukur karena kehidupanku sudah lebih bagus dibandingkan teman atau orang-orang di bawahku. Kerjaan ada, bisa beli HP, bisa kasih uang saku ke saudara, bisa beli kebutuhan rumah tangga, bisa mudik naik pesawat dan masih diberi kesehatan.
Satu lagi, status pernikahan. Tapi biarlah, jodoh memang sudah ada yang mengatur dan kita akan menjalaninya saja.
Kata Mario Teguh, hatimu adalah penentu bahagiamu. Jadi meski hatimu sedang gundah karena statusnya belum jelas, tapi kamu harus berpikir positif dan segera bertindak dari kegundahanmu itu.
Status itu penting? Tergantung dari caramu memandang saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar