Upaya perbankan menggenjot kredit terganjal oleh peraturan baru Bank Indonesia (BI) mengenai giro wajib minimum (GWM) dan rasio penyaluran kredit terhadap dana simpanan (loan to deposit ratio/LDR).
Berdasarkan peraturan baru tersebut, GWM perbankan naik dari 5% menjadi 8% terhadap dana pihak ketiga (DPK) dalam rupiah.Sedangkan LDR dipatok 78–100%. Peraturan GWM baru ini berlaku mulai 1 November sedangkan ketentuan LDR efektif per 1 Maret 2011.
Ketua Umum Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono mengkritisi peraturan tersebut.Dia menyebut, kebijakan BI cenderung impulsif dan terlalu mengirimkan sinyal campuran (mixed signal) ke pasar.
“Mengaitkan LDR dengan GWM itu salah.Satunya ngegas, satunya ngerem. Di satu sisi ingin menggenjot kredit, tapi di sisi lain GWM dinaikkan,” ujarnya kepada harian Seputar Indonesia (SINDO) Senin (6/9/2010).
Dia melanjutkan, akibat kebijakan yang bertentangan tersebut, perbankan tertekan.Padahal, pertumbuhan kredit secara nasional hingga Agustus 2010 sudah mencapai 20,3% (year on year/yoy),sesuai target awal BI.Pertumbuhan kredit ini juga sudah sesuai dengan kemampuan perbankan dan daya serap sektor riil. Dampak lebih jauh,rasio kredit bermasalah (non performing loan/ NPL) bisa meningkat tahun depan.
Sigit menilai, untuk merangsang pertumbuhan kredit,BI tidak perlu ruwet dengan menerapkan kebijakan LDR berbasis GWM.Cukup dengan mematok pertumbuhan kredit setiap bank sesuai dengan target.Jika memakai ukuran LDR berbasis GWM, dikhawatirkan ada bank-bank yang tidak dapat memenuhi ketentuan sehingga penyaluran kreditnya terkesan dipaksakan.
”Kredit tumbuh tapi bahaya,” tegasnya.
Presiden Direktur Bank CIMB Niaga Arwin Rasyid juga menyatakan keberatan atas kebijakan baru BI.Sebab, naiknya GWM akan berdampak ke biaya dana (cost of fund) perbankan.
”Dampaknya belum kita hitung,tapi yang jelas GWM naik berarti biaya juga naik dan mengurangi ekspansi kredit,”ujarnya.
Dia mengalkulasi,berdasarkan DPK semester I/2010 yang mencapai Rp104 triliun, maka perseroan harus menyetor GWM primer lagi sebesar Rp3,12 triliun ke BI,sehingga totalnya menjadi Rp8,32 triliun.
Kendati biaya bunga naik, lanjut Arwin,hal tersebut belum akan berdampak ke bunga kredit. Bahkan, dari segi LDR perseroan juga diperkirakan masih aman, yaitu di kisaran 85%.
Pendapat senada dilontarkan, Wakil Direktur Utama PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja, yang menilai kenaikan GWM berpotensi untuk menaikkan biaya-biaya (costs).
“Misalnya biaya dana dan biaya overhead untuk kompensasi kenaikan GWM tersebut,”ucapnya.
Menurut Jahja,pasar membaca kebijakan BI tersebut sebagai pengetatan likuiditas untuk memerangi ekspansi kredit perbankan yang LDR-nya sudah tinggi.Kebijakan ini juga dinilai bertujuan mendorong kredit pada 2011 oleh bank-bank yang LDR-nya tidak sesuai dengan ketentuan kisaran 78- 100%.Namun, kebijakan yang sejatinya untuk mendorong perbankan agar lebih ekspansif tersebut baru bisa berjalan efektif jika diiringi oleh ekspektasi inflasi yang sesuai.
“Asumsinya, inflasi pada awal tahun depan harus dapat dikendalikan dengan baik,”ujarnya.
Saat ini LDR BCA sudah naik menjadi 51,4% dari sebelumnya 48,6%.Namun angka tersebut masih jauh dari ketentuan baru BI mengenai LDR yang berlaku mulai Maret tahun depan.
”Kami mengaku kesulitan jika harus memenuhi rasio yang diinginkan BI.Pasalnya, kredit juga tidak bisa dipaksakan dan harus disalurkan secara hatihati,” kata Direktur Utama BCA DE Setijoso.
Sementara itu,Wakil Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) Evi Firmansyah berpendapat, peningkatan GWM dapat mendorong naik bunga kredit.
“BI menjalankan strategi yang seolah-olah cukup cerdik untuk mengantisipasi inflasi dengan mempertahankan tingkat suku bunga acuan (BI Rate).Namun, di sisi lain menaikkan cost of fundperbankan nasional,”katanya.
Menurut Evi, dampak dari kenaikan GWM baru akan dirasakan secara efektif oleh perbankan pada 2011. Sebab, pada Desember 2010, seperti tren yang selalu berulang pada akhir tahun,volume bisnis umumnya selalu mengendur.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Mirza Adityaswara setuju dengan langkah yang dilakukan BI, yaitu mempertahankan BI Rate dan meningkatkan GWM primer.BI sudah melihat perlunya dilakukan pengetatan moneter ketika inflasi dan impor mencapai sudah begitu tinggi.
“BI melakukannya (menahan inflasi) bukan secara langsung menaikkan suku bunga namun dengan menaikkan GWM,”tuturnya.
Kendati demikian, sambung Mirza,kebijakan itu juga memiliki dampak negatif yaitu perbankan akan meningkatkan biaya dana yang otomatis mendongkrak suku bunga kredit.
”Dampak kenaikan GWM adalah bunga yang juga akan naik,”tandasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar