Wacana Bank Indonesia (BI) menyederhanakan pecahan mata uang (redenominasi) rupiah memicu kontroversi.Sebagian kalangan merespons positif redenominasi rupiah,sebagian lainnya menentang rencana itu.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Mirza Adityaswara berpendapat redenominasi rupiah tidak perlu dilakukan lantaran tidak bermanfaat bagi fundamental perekonomian Indonesia.BI sebaiknya fokus pada langkah-langkah nyata memperbaiki perekonomian nasional.
"BI lebih baik fokus menurunkan inflasi daripada merencanakan redenominasi," ujarnya saat dihubungi di Jakarta.
BI menilai sudah saatnya melakukan redenominasi rupiah demi menghindari kerugian di masa depan akibat nilai transaksi yang semakin besar, melampaui sistem penghitungan. Bank sentral beralasan, uang pecahan terbesar Indonesia, Rp100.000, merupakan yang terbesar kedua di dunia, setelah Vietnam dengan pecahan terbesar 500.000 dong.
Bila memperhitungkan Zimbabwe, yang pernah mencetak pecahan 100 miliar dolar, pecahan Rp100.000 menempati urutan ketiga terbesar.Redenominasi adalah menyederhanakan denominasi (pecahan) mata uang menjadi pecahan lebih sedikit dengan cara mengurangi digit (angka nol) tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut. Semisal terjadi redenominasi tiga digit (tiga angka nol), maka Rp1.000 menjadi Rp1. Nantinya pecahan mata Rp1 yang baru setara dengan denominasi Rp1.000 yang lama.
Sebagai contoh,bila harga premium dengan pecahan lama dibeli seharga Rp4.500 per liter, dengan pecahan baru cukup dibeli dengan uang Rp4,5.BI mengklaim redenominasiakanmendorongefisiensidalam pencatatan pembukuan maupun dalam transaksi sehari-hari.
Ekonom Tony Prasetiantono menganggap ide redenominasi sebenarnya hal bagus. Tapi syarat untuk mencapai hal itu sangat berat, akhirnya dia pesimistis jalan redenominasi bisa mulus. Selain faktor kepercayaan masyarakat yang naik turun, tingkat pemahaman masyarakat terhadap redenominasi juga belum memadai.
"Kalau masalah istilah saja sudah ribet, bagaimana menyosialisasi kannya," kata Tony.
Pengamat pasar uang, Farial Anwar,mengatakan redenominasi rupiah merupakan sesuatu yang positif karena pecahan rupiah saat ini sudah sangat besar jika dibandingkan mata uang lain.
"Pecahan yang besar menyulitkan karena jika kita hitung dengan kalkulator saja sudah tidak cukup," katanya.
Pemberlakuan kebijakan ini harus dipersiapkan secara matang. Perlu ada periode peralihan yang panjang.“Apalagi tidak semua masyarakat paham," tuturnya.
Wakil Presiden (Wapres) Boediono meminta masyarakat tenang dalam menyikapi prokontra wacana redenominasi rupiah. Dia menegaskan bahwa redenominasi rupiah masih berupa studi yang dilakukan oleh BI.Pemerintah pun belum berencana melakukan kebijakan itu.
"Studi ini belum final, masih berlanjut. Selesainya berapa lama, kita belum tahu. Saat ini saya kira yang paling penting bagi kita adalah menjaga ketenangan, kestabilan dari situasi ekonomi kita," ujar Boediono.(Koran SI/didik purwanto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar