Bank Indonesia (BI) siap berdialog dengan Kementerian Keuangan membahas pengelolaan dana asing yang masuk (capital inflow) agar bisa didorong ke sektor riil (foreign direct investment/FDI).Saat ini regulator perbankan tersebut telah menyiapkan beberapa instrumen untuk mengalihkan dana asing agar bisa bertahan lama di Tanah Air.
”Kita baru akan membicarakan dengan menteri keuangan mulai dari konsepsi kebijakan hingga strategi pasarnya,terutama dalam menindaklanjuti pada level teknis,”ungkap Direktur Riset dan Kebijakan Moneter BI Perry Warjiyo kepada SINDO di Jakarta, Senin (22/11/2010).
Pembicaraan itu direncanakan akan fokus dalam merespons pengelolaan stabilisasi pasar moneter dan keuangan. Selain itu, pembicaraan juga akan mengerucut ke instrumen sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan surat utang negara (SUN) yang saat ini juga diperdagangkan oleh kedua belah pihak dengan tenor yang sama.
Kendati demikian, Perry enggan menjelaskan opsi instrumen mana yang akan didahulukan dalam merespons banjir dana asing ke Tanah Air.Namun,BI akan mendorong bagaimana dana asing bisa masuk ke investasi jangka panjang.
”Tapi,diskusi ini tidak cukup satu kali. Nanti akan sering berkomunikasi antara BI dan menkeu,” tambahnya.
BI sudah menyiapkan instrumen untuk menahan agar dana asing tidak bisa sewaktu-waktu keluar dari pasar di Indonesia.Opsi yang masih dalam kajian bank sentral, kata Perry, antara lain kemungkinan wajib memegang (holding period) untuk SUN hingga stabilisasi surat utang.
Hingga saat ini asing pun sudah melakukan pengalihan investasi dari SBI bertenor pendek ke SUN, apalagi saat bank sentral mewajibkan holding period SBI satu bulan dan menonaktifkan SBI tiga bulan. Tercatat, sekitar 30% investasi asing sudah masuk ke SUN. ”Tapi, itu juga merupakan bagian yang perlu kita bicarakan dengan pemerintah,”ujarnya.
Sementara itu, ekonom BNI Ryan Kiryanto menegaskan,pemerintah harus mengantisipasi bila asing ingin masuk ke sektor riil.Hal yang perlu disiapkan adalah mempermudah perizinan usaha hingga membangun infrastruktur yang dibutuhkan terutama energi hingga transportasi. ”Ini memang tidak mudah. Tapi bila ingin ekonomi berkelanjutan, pemimpin harus mulai menyiapkan hal tersebut, apalagi dana asing akan terus masuk,”kata Ryan.
Pemerintah, lanjut Ryan, juga harus konsisten dengan Undang- Undang Penanaman Modal Asing (PMA) yang tidak akan memajaki dana asing saat masuk ke sektor riil.
Sebaliknya, pajak dana asing hanya bisa dikenakan ke pasar modal (capital market) karena investor tersebut bisa sewaktu-waktu keluar. Untuk bisa menarik minat asing ke sektor riil,asing pun bisa dilibatkan dalam proyek-proyek besar seperti pembuatan jembatan, bandara, dan proyek infrastruktur lain yang memerlukan investasi besar dan tidak mungkin dibiayai seluruhnya oleh APBN.
”Justru pemerintah harus memberikan karpet merah bagi investor asing yang mau investasi ke sana,”ujarnya.
Sebelumnya Menteri Keuangan Agus Martowardojo menyatakan, pemerintah akan mengupayakan agar capital inflow bisa masuk dan membiayai usaha-usaha produktif. Saat ini ekonomi Indonesia cukup positif sehingga pemerintah akan memanfaatkan momentum tersebut dalam mendorong sektor riil serta mengupayakan FDI.
”Pemerintah akan sangat welcome dengan adanya dana yang masuk. Kita meyakinkan dana itu bisa diarahkan ke bentuk produktif dan bisa membuat untuk mengembangkan infrastruktur,” kata Agus.
Cara yang akan dilakukan adalah mendorong perusahaan negara ataupun perusahaan swasta untuk go public (IPO) dan melakukan right issue.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Armida S Alisjahbana mengatakan, menindaklanjuti capital inflowyang parkir dalam short term capital, mix kebijakan antara BI dan pemerintah termasuk menkeu akan dilakukan. Salah satunya dengan kemungkinan menyiapkan obligasi infrastruktur.
“Intinya bagaimana caranya dana yang masuk ini kita arahkan jangan yang sifatnya short term, tapi sebagian paling tidak bisa diinvestasikan ke medium dan long term antara lain infrastruktur,” tambahnya.
Dia memastikan minat investor asing kepada berbagai investasi yang ada di Indonesia potensinya sangat besar, tergantung bagaimana mengarahkannya untuk masuk ke long term. Di sisi lain,untuk mengalihkan derasnya capital inflow, pemerintah mewacanakan obligasi infrastruktur akan diterbitkan dengan instrumen surat berharga syariah negara (SBSN).
“Saya kira itu termasuk agenda kita dalam prioritas penerbitan instrumen SBSN.Yang dimaksud dengan obligasi infrastruktur adalah seperti sukuk yang berbasis proyek,” kata Dirjen Pengelolaan Utang Rahmat Waluyanto dalam diskusi dengan wartawan di Jakarta,Sabtu (20/11).
Dia mengatakan, instrumen sukuk berbasis proyek ini merupakan salah satu instrumen yang akan di salurkan modalnya ke sektor riil. Obligasi infrastruktur berbasis SBSN diharapkan dapat segera direalisasikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar